top of page
Search

Seri ke-1: Hukum Perdata

  • Writer: Glenn Wijaya
    Glenn Wijaya
  • Apr 22, 2020
  • 2 min read

Pertama, kita harus tahu apa bedanya hukum perdata dan pidana. Perdata itu gampangnya, antara pribadi dan pribadi, kalau pribadi dengan publik, baru deh itu urusan pidana ato tata negara. Biasa kita sebutnya publik.


Nah, hukum perdata itu sumber utamanya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.


Ada empat buku di dalem kitab ini, yaitu:


1. Orang

2. Benda

3. Perikatan

4. Pembuktian dan Daluwarsa


Dari ketiga buku ini, yang paling penting itu buku ketiga kalo mau dipelajarin. Paling kepake juga karena urusan bisnis pasti ada hubungannya sama hukum perikatan.


Kita harus tahu pasal 1233 KUHPer yang jadi basis dari hukum perikatan.


Pasal 1233: tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena PERSETUJUAN baik karena UNDANG-UNDANG.


Persetujuan berarti bisa karena adanya PERJANJIAN, kalo karena UU, bisa karena perbuatan yang boleh atau tidak boleh menurut peraturan, atau perbuatan yang melanggar hukum.


Lanjut, ke pasal 1234: Tiap-tiap perikatan adalah untuk:

  1. Memberikan sesuatu

  2. Berbuat sesuatu

  3. Tidak berbuat sesuatu


Memberikan sesuatu termasuk juga merawatnya sampai penyerahan


Pasal 1235: Dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu termaktub kewajiban si berutang untuk:


  1. Menyerahkan kebendaan yang bersangkutan, dan

  2. Untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik (als een goed huisvader), sampai pada saat penyerahan.


Kalau lalai memenuhi kewajiban, ya bayar ganti rugi


Pasal 1236: Si berutang adalah berwajib memberikan ganti biaya, rugi, dan bunga kepada si berpiutang apabila:

  1. ia telah membawa dirinya dalam keadaan tak mampu untuk menyerahkan kebendaannya, atau

  2. telah merawatnya sepatutnya guna menyelamatkannya.


Risiko untuk perikatan yang memberikan sesuatu, ditanggung Kreditur


Pasal 1237: Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu, kebendaan itu sejak perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan si berpiutang. Jika si berpiutang lalai akan menyerahkannya, maka semenjak saat kelalaian, kebendaan adalah atas tanggungannya.


Kriteria untuk menyatakan seorang Debitur lalai


Pasal 1238: Si berutang adalah lalai, apabila:

  1. Ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau

  2. Demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.


Jadi, bisa dengan somasi menyatakan lalai, atau lewatnya deadline.












 
 
 

Recent Posts

See All
FinTech, Aturannya Gimana?

Paling sederhana, kalau urusan monetary and payment system, berarti ke BI, sisanya diatur oleh OJK. Berarti dari formula ini, jelas kalau...

 
 
 

Комментарии


Post: Blog2_Post

082112052530

©2020 by BelajarHukum. Proudly created with Wix.com

bottom of page